Muhammad Nur, M.Pd

Penulis lahir di Koto Hiling, 22 April 1970 dari pasangan ayah Jamirin Thaib dan ibu Saunan. Marupakan anak kelima sekaligus satu‐satunya laki‐lak...

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMORI MINGGU CERIA

MEMORI MINGGU CERIA

MEMORI MINGGU CERIA

Muhammad Nur, S.Pd., M.P.d

Guru SMPN 2 Batusangkar

#Tantangan Gurusiana Hari ke-11#

Hembusan dingin pagi itu menggelitik bagian kakiku yang tidak tertutup selimut. Hembusannya serasa mengibas-ngibaskan rambut-rambut di betisku. Terasa sekali hembusan dingin berselimut sejuk di ujung dini hari itu. Terkadang membuatku sedikit menggigil digigit dinginnya menjelang Subuh. Terkadang membuat tidurku semakin pulas dibuai gemulai angin sepoi menjelang pagi. Waktu ketika itu, jarum pendek belum menunjuk ke arah angka empat. Sesekali masih terdengar nyanyian jengkrik malam yang mendendangkan lagu syahdunya. Diselingi dendang riuh katak sahut bersahutan. Menambah keindahan dini hari menjelang Subuh di hari itu.

Tidak lama waktu berselang, lebih kurang dua puluh lima menit, mulai terdengar sayup-sayup sampai ke daun telinga lantunan ayat-ayat suci dari beberapa masjid dan mushalla-mushalla yang berada di sekeliling tempat tinggalku. Lantunan ayat-ayat suci membangunkanku dari pulasnya tidur semalaman. Lantunan merdunya berbisik sahdu ke daun telingaku dan membangunkanku. Sesaat aku pun, bangun dari tidur dan mengelakkan selimut merah yang menghimpit istirahat malamku.

Kulihat waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB. Aku langsung ke kamar belakang untuk membersihkan diri sebagai awal persiapan menemui-Nya di Subuh Minggu itu. Setelah selesai bersih-bersih, akupun bersuci dan berwudhuk. Setelah selesai semua persiapan ibadah Subuh itu, akupun mengambil sebuah kunci putih untuk membuka pintu yang dikunci semalam. Sedikit bermasalah, saat membuka pintu dengan kunci yang sudah mulai macet. Namun, tidak berapa lama kuncipun mampu membukanya. Kumenyisiri remang-remang di ujung dini hari menjelang Subuh itu disela oleh dingin yang menggigil kulit ari yang hampir mulai mengendor. Sembari mengenakan kain sarung cap Gajah Duduk berwarna putih campur maron petak yang sesekali berbunyi akibat gesekan langkah-langkah di Subuh itu.

Perjalanan menuju mushalla komplek yang tidak berapa jauh hanya lebih kurang 200 meter atau menelan jarak tempuh tiga menit perjalanan. Sambil beristighfar sepanjang jalan untuk menambah pundi-pundi pahala. Tidak seorang pun yang jemaah lainnya yang sama-sama menuju mushalla. Barangkali masih bersiap-siap untuk berangkat ke mushalla, atau barangkali sudah berada di mushalla. Dengan melafazkan do’a masuk rumah ibadah sambil melangkah kaki menuju ruang mushalla. Ternyata, baru satu orang jemaah dan gharin mushalla yang sudah berada di dalamnya. Mereka tengah melaksanakan sholat sunat. Akupun langsung menunaikan ibadah sholat sunat.

Tak lama kemudian gharin mengumandangkan azan Subuh sebagai tanda masuknya waktu sholat Subuh dan memanggil jemaah lainnya yang akan menunaikan ibadah Subuh secara berjema’ah. Seorang demi seorang jema’ahpun memasuki dan menambah jumlah jema’ah di Subuh itu. Semua yang datang dan tiba di mushalla langsung menunaikan ibadah sholat sunat qabliyah Subuh. Ada juga yang sedang khusyu’ berdo’a kepada-Nya. Ada juga yang menambah sholat sunat lainnya sebagai penambah nilai ibadah di Subuh itu.

Sepuluh menit setelah azan berkumanda, gharinpun iqamat sebagai tanda sholat Subuh jema’ah dimulai. Dengan suara yang merdu dan bacaan yang bersih imam Subuh itu membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek. Setelah selesai Subuh berjema’ah, imam memimpin do’a bersama yang diaminkan oleh makmum. Walau ada juga beberapa jemaah yang menyelesaikan rangkaian ibadah Subuhnya dengan bangkit dari gerakan duduknya dan berdiri serta selanjutnya keluar ruangan mushalla untuk melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing. Namun tidak begitu dengan aku dan beberapa orang jemaah lainnya yang masih setia meng-aminkan do’a-do’a yang dilafazkan imam sebagai pemimpin do’a. Setelah selesai dan tuntas do’a oleh imam, aku dan beberapa jemaah lainnya bersalaman sebagai mana ibadah tambahan dan rutinitas setelah selesai sholat berjema’ah.

Sepanjang jalan menuju rumah masing-masing, aku dengan jemaah lainnya berbincang ringan tentang fadhillah menga-aminkan do’a yang dipimpin oleh imam. Tak lama kemudian kami pun berpisah-pisah jalan menuju gang masing-masing. Aku sendiri menelusuri gang menuju rumahku. Rumahku keempat dari ujung gang tepatnya gang blok B nomor empat. Hari masih belum begitu terang, masih agak remang-remang, untung saja lampu jalan masih terang benderang menemani perjalanan sendiriku menuju rumah berwarna kuning cream.

Setelah sampai di depan pintu masuk rumah, aku membuka kembali pintu yang kukunci sebelum pergi ke mushalla tadi. Alhamdulillah, kali ini pintu dengan mudah dan lancar dibuka, tidak seperti saat menguncinya tadi. Kubuka pintu dan kututup kembali sambil kembali menguncinya. Langsung aku ambil kitab suci Al-Qur’an untuk kubaca sebagai rutinitas ibadah harianku. Alhamdulillah, di pagi itu bacaanku telah sampai pada surat ke 54 Surat Al=Qamar juz ke-27. Kuselesaikan bacaannya sampai akhir surat ke-54 itu dengan sedikit tilawah.

Setelah selesai membaca Al-Qur’an yang lebih kurang dua puluh menit akupun beranjak dari tempat membaca Al-Qir’an dan melangkahkan kaki menuju sikecil yang sedang pulas tidurnya. Aku coba mengkelakarinya sampai sikecil mulai gelisah tidurnya namun belum sudi nampaknya untuk dikelakari mungkin karena mimpi yang masih merenda tidurnya. Cukup lama juga aku mengkelakari tidurnya, namun tidak mau terbangun. Sementara ibunya, telah asyik dibelakang dengan mesin cucinya yang dari tadi terdengar hidup. Entah sudah berapa kali selesai dan sambung lagi cucian. Maklum, cucian sudah beberapa hari telah menumpuk karena faktor kesibukan dan keterbatasan air hidup yang hanya pada malam hari saja hidup air pam-nya.

Tidak lama kemudian, sikecilpun terbangun dan tiba-tiba sudah berada dekatku. Sembari dia bertanya dengan sedikit memanja, “Pa, jadi kita pergi berenang nanti?” Akupun langsung memberikan reaksi dengan menjawab, “Insha Allah, Nak, nanti siang kita pergi.” Sikecil dengan riang gembira dan tersenyum memberikan reaksi tanda senang. Sebentar-sebentar sikecil menyinyiri pertanyaan yang sama. Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama seperti semula.

Setelah sikecil selesai mandi begitu pula dengan ibunya, kami lanjutkan dengan sarapan pagi. Setelah selesai sarapan pagi, aku langsung menghangatkan mesin Terios yang setia setiap hari menemani hari-hari kami bila bepergian. Lebih kurang dua puluh lima menit menghangatkan mesin Terios, kamipun turun dari rumah untuk melangsungkan niat membezuk teman akrab yang sedang mendapat musibah berupa jatuh dari sepeda motor.

Terios pun mulai meluncur meninggalkan rumah dan komplek menuju perjalanan sebagaimana yang sudah disepakati sebelum berangkat yakni membezuk teman lama yang mendapat musibah jatuh dari sepeda motor. Namun, sikecil dengan nyinyir menagih janji berenang. Namun, dengan kepiawaian ibunya, bisa dialihkan dengan aktivitas yang lain. Sepanjang jalan, kami bersama-sama asyik bercengkerama termasuk sikecil yang sudah bisa pula diajak untuk bercengkerama dan bercanda. Perjalanan menuju lokasi cukup jauh juga lebih kurang dua puluh lima kilometer atau lebih kurang setengah jam perjalanan dengan kecepatan rata-rata sedang.

Sampailah kami pada sebuah pasar rakyat, yang lebih kurang satu kilometer menjelang rumah teman lamaku itu. Singgah sebentar di pasar itu, dan sempat juga membeli kerupuk khas daerah itu. Sepanjang jalan menjelang sampai di rumah teman itu, bunyi kriuk-kriuk kerupuk menambah indahnya perjalanan di pagi itu. Sampailah kami di rumah teman lamaku itu. Kuparkirkan Terios di depan rumahnya tepatnya di belakang Kijang warna biru silver. Ternyata kijang silver itu milik temanku juga yakni teman lama satu sekolah di SPG dulu. Yang tujuannya sama yakni sama-sama membezuk teman yang mendapat musibah itu. Beda dari kami, kalau kami baru bezuk pertama kalau teman itu sudah yang kedua kali membezuknya, bahkan dia yang merawat ketika musibah baru terjadi. Kebetulan tempat kejadian peristiwa itu tidak jauh dari rumahnya.

Cukup lama juga dan suasana akrab menemani perbincangan kami di saat itu. Tawa, canda, gurau menghiasi keakraban di suasana cerah di pagi itu. Walau aku sempat meneteskan air mata melihat dampak dari kecelakaan temanku itu. Maklum temanku yang mendapat kecelakaan itu merupakan teman sangat akrab sewaktu di SPG Padang Panjang dahulu. Setelah lebih kurang kebersamaan dan keakraban kami, teman kami yang juga memberzuk itu, minta pamit untuk izin lebih dulu meninggalkan kami karena harus melanjutkan perjalanan yang lainnya. Kamipun bersama-sama melepas keberangkatannya untuk melanjutkan rute perjalanan berikutnya.

Kamipun melanjutkan perbincangan yang sudah banyak tema dan pembahasannya, mulai dari cerita yang ringan-ringan sampai cerita yang berat dan serius tentang hidup dan kehidupan kami masing-masing. Kami berempat merupakan satu sekolahan di SPG Padang Panjang tahun 1987. Cukup lama juga kami berbincang dalam suasana keakraban dan kekeluargaan karena sudah lama tidak bersua. Ini merupakan suasana yang kami tunggu-tunggu selama ini.

Tepat pada pukul 12.30 WIB kami pun minta izin untuk melanjutkan perjalanan dengan rute yang telah direncanakan dari rumah. Keakraban dan kekeluargaan kami pun berakhir dengan saling berterima kasih dan bermaafan.

--oo0oo—

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post